Desir.id – Medan | Setelah kekonyolan House of Gucci (2021) dan Napoleon (2023) yang berantakan, akhirnya Ridley Scott membuat film bagus lagi. Gladiator II berhasil melampaui ekspektasi sebagai sekuel yang sebenarnya tidak pernah diinginkan maupun dinanti para penggemar film pertamanya.
Berlatar 16 tahun setelah kematian Maximus dalam film pertama, sekuel ini mengisahkan perjalanan Lucius (Paul Mescal) yang mengikuti jejak ayah kandungnya. Ia berjuang untuk membalas dendam kepada Jenderal Romawi Marcus Acacius (Pedro Pascal) di tengah kekacauan Kekaisaran Romawi yang diperintah oleh kaisar kembar, Geta (Joseph Quinn) dan Caracalla (Fred Hechinger).

Jika dibandingkan dengan film pertamanya, pendekatan cerita Gladiator II memang mengalami perubahan dari yang sebelumnya begitu personal dan membumi menjadi tontonan yang lebih general dengan kesan blockbuster yang kental. Secara struktur, plot yang dimiliki film ini sebenarnya tak jauh dari sebuah pengulangan film pertamanya.
Namun, terdapat banyak penambahan intrik politik yang menarik sehingga menjadikan Gladiator II tampil lebih megah, kompleks, dan tentunya menghibur.
Dari segi visual, Gladiator II menampilkan jauh lebih banyak sekuens peperangan yang epik. Salah satu sekuens terbaik ada pada pembuka filmnya dimana pertempuran kolosal antara Pasukan Numidia dan Pasukan Romawi berlangsung begitu gahar dengan Production Design dan Mise en scène yang detail. Sekuens-sekuens pertarungan gladiator di Koloseum pun selalu tampil seru tatkala koreografi yang dinamis dipadukan dengan pertunjukan CGI yang kadang mungkin agak berlebihan tapi tetap tak pernah keluar dari ranah menghibur.
Kembali lagi ke aspek penceritaan, saya mendapati tempo cerita di paruh kedua film sedikit melemah dikarenakan semakin terlihatnya kesamaan pada struktur plot dengan film pertamanya. Beberapa bagian yang melibatkan kaisar kembar, Geta (Joseph Quinn) dan Caracalla (Fred Hechinger) pun berlangsung cukup membosankan.
Tapi untungnya tempo cerita kembali melesat ketika kita masuk ke paruh ketiga film dimana perjalanan Lucius (Paul Mescal) dalam membalaskan dendamnya, keberpihakan Acacius (Pedro Pascal) yang dilematis, peran Macrinus (Denzel Washington) yang oportunis, dan situasi Kekaisaran Romawi yang semakin dekat dengan keruntuhan berlangsung dengan saling berkesinambungan. Aspek-aspek cerita yang berkesinambungan tersebut tentunya didukung oleh acting performance mahal setiap cast membernya. Cerita yang telah dibangun dengan progresif dari awal pun ditutup dengan ending berskala kecil yang konklusif dan memuaskan.
Selain menjadi film yang bagus dari segi penceritaan, Gladiator II juga merupakan bentuk fan service yang proper. Di sepanjang film, kita dapat melihat banyak penghormatan bagi Maximus sebagai protagonis film pertamanya melalui adegan-adegan yang memperkuat motif Lucius sebagai protagonis di sekuelnya ini. Penggunaan scoring “Now We Are Free” karya Hans Zimmer (dikomposisikan ulang oleh Harry Gregson-Williams) yang ikonis di beberapa momen kunci pun semakin memperkuat relevansi Gladiator II sebagai sekuel yang berkelanjutan dan respectful terhadap film pertamanya.
Penulis : Arya