Sony’s Spider-Man Universe (SSU) berlanjut dan kemungkinan berakhir dengan Kraven the Hunter yang masih juga merupakan entry yang penuh dengan kebodohan namun membawa beberapa perubahan baik yang agaknya terasa begitu terlambat bagi franchise yang sudah terlalu banyak menyajikan kekecewaan. Dari segi plot, film ini sebagian besar menceritakan asal usul dari Sergei Kravinoff (Aaron Taylor-Johnson) menjadi Kraven, seorang pemburu yang handal dan kejam seperti yang kita tahu di komik. Jika dibandingkan dengan film-film SSU sebelumnya, J.C. Chandor selaku sutradara tampak mengerahkan effort yang lebih untuk menciptakan tone yang serius untuk cerita yang ada dan tidak memperlakukan sang protagonis layaknya sebuah parodi. Intrik-intrik keluarga yang ditampilkan melalui konflik Sergei dengan ayahnya, Nikolai (Russell Crowe) yang juga berimbas pada kesengsaraan hidup sang adik tiri, Dmitri (Fred Hechinger) diceritakan secara perlahan dan personal. Yang mana merupakan suatu hal yang jarang sekali diterapkan di SSU. Selain itu, jika berbicara mengenai aksi, film ini adalah peningkatan yang drastis dibandingkan entry SSU lainnya. Paduan koreografi yang dinamis, kebrutalan berdarah-darah, dan performance Aaron Taylor-Johnson yang begitu karismatik adalah faktor hiburan yang sangat efektif di sepanjang film.
Namun sayangnya, peningkatan-peningkatan yang ada tetap gagal dalam menyelamatkan film ini secara keseluruhan. Dialog-dialog yang ditampilkan (terutama pada paruh kedua menuju ketiga) terdengar layaknya obrolan yang dilontarkan sekumpulan anak kecil dengan kosakata yang begitu baku. Hal ini berdampak pada pacing yang membuat film seringkali terasa begitu dangkal dan membosankan. Asal usul kekuatan yang diperoleh oleh Sergei pada sekuens flashback pun terjadi begitu tiba-tiba dengan faktor kebetulan tanpa adanya penjelasan lebih jauh. Selain itu, intrik cerita yang ditampilkan pada konflik utama juga tidak terelakkan dari faktor serba kebetulan. Motivasi dan asal usul kekuatan The Rhino sebagai villain utama terjadi karena kebetulan, keterlibatan Kraven di konflik utama terjadi karena kebetulan, konklusi karakter Dmitri di ending juga terjadi karena faktor kebetulan. Semua berdasarkan pada faktor kebetulan, seakan-akan para penulis cerita dan naskah (Richard Wenk, Art Marcum dan Matt Holloway) tidak yakin pada ide yang mereka punya dan merampungkan semuanya dengan malas.

Sebagai konklusi, Kraven the Hunter adalah film dimana Sony mulai berusaha dalam keterlambatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terus muncul pada setiap entry SSU. Kegagalan SSU secara general juga membuktikan bahwa kesetiaan penulis pada source material adalah salah satu hal terpenting dalam memproduksi film adaptasi komik yang proper. Terkhusus untuk film ini, jika bukan karena kharisma dan physicality yang mumpuni dari seorang Aaron Taylor-Johnson, ketidakakuratan pada cerita yang ada di dalam komik akan sulit untuk dimaafkan. Mungkin sudah saatnya bagi Sony untuk mengakhiri SSU dan menguburnya dalam-dalam. Dengan ini bisa kita harapkan revitalisasi besar-besaran SSU untuk akhirnya bisa menghadirkan Spider-Man sebagai solusi terbaik untuk menyelamatkan franchise ini.
RATE: ⭐ ⭐ ⭐
Penulis: Arya Yudhistira