Menu

Mode Gelap
SMSI Kecam Aksi Kekerasan di SPBU: Wartawan Tidak Boleh Diintimidasi Wakil Ketua PWI Batubara Alami Intimidasi saat Meliput Antrean BBM di SPBU Soal Dugaan Tangkap Lepas Bento dan Kinerja Polres Batu Bara, Formasib Angkat Bicara INALUM Percepat Pemulihan Korban Bencana Lewat Penyaluran Bantuan Kemanusiaan di Sumatera Utara Inalum Selenggarakan Pengobatan Gratis dan Distribusi Sembako di Desa Lalang Novo TOGA: Upaya Nyata Hadirkan Apotek Hidup di Lingkungan Keluarga

Entertainment

Review The Gorge (2025)

badge-check


					Review The Gorge (2025) Perbesar

Desir.id – Medan | Dikenal lewat horor kelam seperti Sinister (2012) dan aksi magis Doctor Strange (2016), Scott Derrickson kini mencoba sesuatu yang berbeda dalam The Gorge, sebuah film aksi-romansa dengan sentuhan sci-fi yang dirilis eksklusif di Apple TV+. Dibintangi oleh Miles Teller dan Anya Taylor-Joy, film ini menjanjikan kombinasi visual menarik, makhluk menyeramkan, dan kisah dua karakter yang terisolasi. Namun, apakah percobaan ini berhasil memberikan pengalaman sinematik yang segar, atau justru terasa hambar dibandingkan karya-karyanya sebelumnya?

Film ini bercerita tentang Levi Kane (Miles Teller) dan Drasa (Anya Taylor-Joy), dua penembak jitu yang ditempatkan di menara berlawanan untuk menjaga sebuah jurang dari gerombolan makhluk misterius bernama The Hollow Men. Meskipun mereka dilarang berkomunikasi, keduanya mulai menjalin hubungan yang semakin erat. Ketika ancaman semakin meningkat, mereka harus bekerja sama untuk mengungkap asal-usul makhluk tersebut serta konspirasi di baliknya. Film ini mengeksplorasi tema isolasi, hubungan manusia, dan eksperimen biokimia berbahaya.

Sebagai kelebihan, Miles Teller dan Anya Taylor-Joy berhasil menampilkan dinamika antar-karakter yang baik melalui chemistry mereka yang klop sejak awal. Chemistry di antara keduanya berkembang dengan baik, dimulai dari interaksi yang hanya bermula dari saling bertukar tulisan dari jauh, hingga akhirnya mereka bertemu dan saling bertatap muka. Chemistry yang kuat ini kemudian membuka ruang bagi aspek romansa yang ditangani dengan cukup baik. Terlepas dari genrenya, film ini juga dimarketkan sebagai film romansa (rilis bertepatan dengan 14 Februari). Walau bukan kisah cinta yang sangat kompleks, hubungan Levi dan Drasa tetap menjadi daya tarik positif bagi keseluruhan film.

Berlanjut pada hal lain yang cukup mengesankan, creature design dari The Hollow Men berhasil diwujudkan dengan kombinasi antara practical effects dan CGI yang tepat. Makhluk dengan gerakan menyerupai zombie, serta sentuhan DNA flora dan fauna pada fisiknya yang menjijikkan, memberikan kesan menyeramkan sekaligus unik sejak kemunculan pertama mereka di film. Dari segi aksi, terdapat beberapa adegan seru di babak kedua hingga akhir film yang cukup menghibur. Adegan-adegan ini melibatkan kerjasama yang baik antara kedua protagonisnya di tengah-tengah kejaran The Hollow Men yang cukup mengerikan. Latar jurang dengan karakteristik warna tersendiri turut memberikan atmosfer berbeda pada sekuens aksi tersebut.

Terlepas dari peran Scott Derrickson sebagai sutradara, film ini bisa dibilang sangat lemah dari segi gaya visual dan penyutradaraan. Dibandingkan dengan beberapa karya sebelumnya seperti The Black Phone (2022), Doctor Strange (2016), dan Sinister (2012), yang memiliki karakteristik gaya yang khas, film ini sayangnya tampak membosankan sedari awal, baik dari segi visual maupun penyutradaraan. Dari segi penokohan, meskipun kedua aktor utama berhasil menampilkan chemistry yang menarik, karakter yang mereka perankan tidak memiliki fondasi dan latar belakang yang kuat. Ini menciptakan protagonis yang dangkal dalam hal pendalaman karakter. Tidak ada yang menarik dari Levi dan Drasa, baik dari segi motif maupun perkembangan karakter.

Film ini juga memiliki struktur plot yang cenderung membosankan, terutama pada babak pertama, yang tidak menawarkan premis yang menarik, apalagi dengan karakter-karakter dengan penokohan dangkal seperti yang sudah disebutkan. Meskipun akhirnya film mencapai babak kedua hingga akhir, konflik dan penyelesaiannya terasa sangat sederhana dan langsung, tanpa adanya kreativitas dalam intrik yang ditampilkan dalam plot. Hal ini cenderung menyia-nyiakan eksistensi The Hollow Men, yang sebenarnya menyimpan banyak potensi untuk sekuens-sekuens aksi yang lebih variatif. Selain itu, plot film ini juga dipenuhi dengan beberapa trope yang sudah sering muncul dalam film-film Hollywood belakangan ini, seperti protagonis dengan latar belakang militer, lokasi yang dirahasiakan, serta niat jahat sebuah organisasi swasta yang terasa klise dan berlebihan.

Secara keseluruhan, The Gorge memang bukan film yang memiliki potensi besar sejak awal. Naskah generik arahan Zach Dean, bersama dengan strategi perilisan yang hanya ditargetkan untuk streaming eksklusif Apple TV+, sedikit banyaknya menunjukkan bahwa film ini tidak memiliki kesempatan untuk memenuhi atau melampaui potensinya. Beruntung Scott Derrickson masih mampu memberikan “nyawa” pada beberapa aspek sehingga menghasilkan tontonan yang menghibur dan ringan.

Rate: ⭐⭐⭐½

Penulis : Arya Yudhistira

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Review Rangga & Cinta: Perayaan Ikon yang Kurang Sempurna

11 Oktober 2025 - 09:46 WIB

Review Weapons (2025)

9 Agustus 2025 - 18:59 WIB

Misi Reboot yang Berhasil: Superman dan Fantastic Four Versi Terbaik di Era Baru

31 Juli 2025 - 01:27 WIB

Review How to Train Your Dragon (2025)

16 Juni 2025 - 11:36 WIB

Review Lilo & Stitch (2025)

14 Juni 2025 - 19:58 WIB

Trending di Entertainment