Menu

Mode Gelap
Ciptakan Ruang Aman untuk Bercerita: “Let it Out Project” Bersama Psikolog  Promax Project Gelar Protein Campaign di Car Free Day Medan untuk Tingkatkan Kesadaran Protein Harian Masyarakat Pengurus Resmi Dikukuhkan di Solo, Ketua Umum PWI Pusat : Persatuan Adalah Kunci SEHACI Project Gelar Kampanye “Kids Grow Strong and Nation Grows Bright” di Kampung Nelayan Belawan, Dorong Kesehatan Anak Pesisir Sadar Waktu Gandeng Komunitas Seabolga dan Medan Book Party di Main Event ‘Sejenak Tanpa Layar’ Doa Yatim Iringi Tasyakuran: PWI Resmi Kembali ke Rumah Lama di Lantai 4 Dewan Pers

Teknologi

Review Captain America: Brave New World (2025)

badge-check


					Review Captain America: Brave New World (2025) Perbesar

Desir.id – Medan | Sam Wilson bukanlah Steve Rogers, dan itu adalah inti dari Captain America: Brave New World. Sebagai Captain America baru, Sam menghadapi tantangan yang jauh berbeda, tanpa kekuatan serum Super Soldier dan di tengah dunia yang semakin kompleks secara politik. Film ini mencoba menghidupkan kembali nuansa political thriller ala Captain America: The Winter Soldier (2014), sekaligus menggali warisan yang ditinggalkan oleh The Incredible Hulk (2008). Namun, dengan berbagai reshoot, perubahan naskah, dan ekspektasi yang tinggi, apakah film ini mampu membuktikan dirinya atau justru tenggelam dalam ambisinya sendiri?

Sebagai film Captain America pertama dengan protagonis yang berbeda serta berlatar di era yang jauh berbeda pula, idealnya film ini mampu memperlihatkan perjuangan Sam Wilson (Anthony Mackie) dalam melanjutkan legacy Captain America yang diberikan oleh Steve Rogers di akhir Avengers: Endgame (2019). Peralihan dari Steve ke Sam membutuhkan representasi cerita yang tepat, terutama dalam memperjelas perbedaan idealisme di antara keduanya.

Secara tema dan penyutradaraan, Julius Onah berusaha menghidupkan kembali nuansa political thriller ala Captain America: The Winter Soldier (2014). Upaya tersebut tidak sepenuhnya berhasil, tetapi juga tidak sepenuhnya gagal. Standar tinggi yang telah dibangun oleh Russo Brothers selaku sutradara film tersebut memang sulit untuk ditandingi—bahkan mereka sendiri kesulitan mengulang kesuksesan yang sama dalam proyek-proyek terbaru mereka. Dari segi premis, film ini memiliki pondasi konflik yang solid dan menarik. Dalam perjalanannya sebagai Captain America yang baru, Sam Wilson harus menghadapi konspirasi geopolitik yang menguji jati dirinya sebagai Captain America kulit hitam yang tidak memiliki serum Super Soldier.

Film ini memanfaatkan konektivitasnya dengan The Incredible Hulk (2008), mengangkat kembali plot yang telah lama diabaikan serta menghadirkan beberapa karakter yang sudah lama tidak muncul di MCU. Upaya serupa sebenarnya pernah dilakukan di She-Hulk: Attorney at Law (2022) dengan kemunculan kembali Abomination, tetapi hasilnya kurang berhasil karena penulisan karakter yang kurang baik. Dalam film ini, penulisan tokoh cukup solid. Karakter Sam semakin diperkuat, menunjukkan bagaimana ia mempertanyakan dan akhirnya menerima identitasnya sebagai Captain America baru—baik melalui keputusan-keputusannya, perjuangan bertahan hidup saat nyawanya terancam, maupun melalui dukungan karakter pendukung. Thaddeus Ross (Harrison Ford), yang kini menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, membawa dinamika personal yang menarik. Perubahan dari sifatnya yang dulu berapi-api menjadi lebih bijaksana dan demokratis ditampilkan dengan cukup meyakinkan.

Dari segi akting, Harrison Ford berhasil meneruskan peran Thaddeus Ross yang sebelumnya dimainkan oleh William Hurt, menambahkan dimensi simpatik pada karakter yang sebelumnya sulit untuk disukai. Sementara itu, Carl Lumbly sebagai Isaiah Bradley—Captain America yang terlupakan dari serial The Falcon and the Winter Soldier (2021)—kembali memberikan performa maksimal meskipun durasi tampilnya terbatas. Selain itu, Mario Martinez yang berperan sebagai Joaquin Torres, si Falcon baru, berhasil menjadi karakter yang likeable dan menambah faktor komedi dalam film ini. Untuk antagonis utama, Thaddeus Ross bukanlah dalang utama di balik konflik film ini. Peran tersebut diambil oleh Samuel Sterns (Tim Blake Nelson), yang akhirnya kembali setelah nasibnya dibiarkan menggantung sejak The Incredible Hulk (2008). Dengan statusnya sebagai The Leader, ia menjadi sosok villain cerdas yang mampu memprediksi setiap langkah musuh dan konsekuensinya. Motivasi dan eksekusi karakternya cukup baik serta diterjemahkan dengan tepat dari komik ke MCU. Selain The Leader, ada Sidewinder (Giancarlo Esposito) sebagai villain sampingan yang cukup mengejutkan. Sebelum film rilis, ekspektasi terhadap karakternya tidak terlalu tinggi, tetapi kapabilitas Giancarlo Esposito membuatnya tampak intimidatif dalam setiap kemunculannya.

Dari sisi aksi dan spektakel, beberapa set pieces yang ditampilkan dalam trailer terbukti sangat menghibur. Sekuens aerial combat di Pulau Celestial menghadirkan ketegangan yang solid dengan sejumlah shot dogfight yang melibatkan Captain America dan Falcon dibarengi dengan CGI yang cukup baik. Begitu pula dengan pertarungan Red Hulk di paruh ketiga film yang menggambarkan perjuangan Sam sebagai manusia biasa dalam menghindari serangan brutal Red Hulk yang penuh amarah.

Namun, terlepas dari kelebihannya, film ini tetap gagal menyamai atau melampaui kualitas Captain America: The Winter Soldier (2014) sebagai political thriller yang ideal. Salah satu masalah terbesar ada pada naskahnya, yang ditulis oleh lima orang (Rob Edwards, Malcolm Spellman, Dalan Musson, Julius Onah, Peter Glanz) dan terasa kurang matang. Banyak adegan yang terasa terburu-buru dan tidak terstruktur dengan baik. Selain itu, film ini mengalami banyak reshoot dan rewrite, yang semakin memperburuk hasil akhirnya.

Plot yang kurang rapi berdampak pada identitas film ini seagai political thriller. Sebuah political thriller yang baik seharusnya membangun ketegangan secara perlahan dan membuat penonton terus bertanya-tanya. Sayangnya, film ini gagal dalam aspek tersebut. Ketegangan yang dibangun terasa kurang memuaskan saat motif villain terungkap, membuat pacing menjadi berantakan. Film ini memang tidak membosankan, tetapi sayangnya, build-up yang ada terasa sia-sia, membuat plotnya mudah ditebak.

Dari segi aksi, meskipun ada beberapa adegan yang menonjol, banyak sekuens hand-to-hand combat yang terasa lemah dan kurang powerful. Hal ini bukan hanya karena koreografi yang kurang solid, tetapi juga disebabkan oleh camera work yang kurang dinamis. Adegan pertarungan yang baik seharusnya didukung oleh pergerakan kamera yang konsisten dan mengikuti ritme pertarungan. Kekurangan terakhir ada pada scoring arahan Laura Karpman. Meskipun upaya dalam membawa nuansa khas film bertema spionase patut diapresiasi, hasil akhirnya tidak terlalu berkesan. Sayang sekali, musik ikonik Sam dari The Falcon and the Winter Soldier (2021) tidak dibawa kembali atau setidaknya diaransemen ulang untuk film ini.

Beban yang ditanggung tim produksi memang sangat berat. Kesuksesan Captain America: The Winter Soldier (2014) terbukti sulit untuk diulang. Ditambah lagi, keputusan marketing yang terlalu banyak mengungkap detail plot mempersempit peluang film ini untuk memberikan kejutan. Faktor eksternal seperti meninggalnya William Hurt sebelum syuting dimulai serta kontroversi karakter Sabra sebagai superhero Israel juga berkontribusi pada banyaknya reshoot dan rewrite yang dilakukan.

Namun, meskipun dihujani berbagai masalah, film ini tetap memiliki aspek positif yang berhasil dieksekusi dengan baik. Film ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perjalanan Sam dalam menerima identitasnya sebagai Captain America baru. Selain itu, plotline dari The Incredible Hulk (2008) akhirnya mendapatkan penyelesaian yang layak. Beberapa petunjuk kecil tentang apa yang akan datang di masa depan juga cukup berhasil membangun hype untuk film-film MCU berikutnya, khususnya Avengers: Doomsday (2026).

Rate: ⭐⭐⭐½

Penulis : Arya Yudhistira

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Samsung Galaxy A55 dan A35 Turun Harga, Diskon Hingga Rp 1 Juta!

7 Maret 2025 - 14:00 WIB

Review The Holdovers (2023)

16 Februari 2025 - 20:07 WIB

Mahasiswa Universitas BSI Kembangkan Aplikasi Pengarsipan untuk SAKA Bhayangkara

21 Januari 2025 - 10:18 WIB

Garena Undawn: Membangkitkan Semangat Survival di Dunia MMO yang Penuh Tantangan

17 Oktober 2024 - 00:00 WIB

Cabal: Infinite Combo SEA Siap Rilis, Bawa Kembali Kelas-Kelas Ikonik Dalam Pertarungan Epik

16 Oktober 2024 - 16:15 WIB

Trending di Teknologi