Oleh: Dormaulina Sitanggang & Syakirah Amilia Andini Dalimunthe
Medan – Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter menawarkan kemudahan berinteraksi, berbagi cerita, serta mengakses informasi. Namun, di balik manfaatnya, media sosial juga membawa dampak negatif, khususnya pada kesehatan mental, terutama di kalangan generasi muda.
Fenomena Kesehatan Mental di Era Digital
Perbincangan mengenai kesehatan mental kini semakin umum, terutama di kalangan generasi Z. Generasi yang tumbuh di era digital ini memiliki akses luas terhadap informasi tentang kesehatan mental, baik yang positif maupun negatif. Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 mencatat bahwa 6,1% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas terdiagnosa mengalami gangguan kesehatan mental. Menurut Dr. Khamelia Malik dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), kasus kesehatan mental di Indonesia meningkat hingga 200% dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini diperparah dengan meningkatnya laporan kasus depresi dan kecemasan.
Pengaruh Era Digital terhadap Kesehatan Mental
Kemajuan teknologi menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi kesehatan mental. Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi kondisi tersebut:
- Penggunaan Media Sosial Berlebihan
Ketergantungan pada media sosial dapat memicu rasa cemas, depresi, dan isolasi sosial. Membandingkan diri dengan orang lain di media sosial seringkali menurunkan kepercayaan diri, terutama jika seseorang merasa harus memenuhi standar yang ditampilkan secara online. - Paparan Konten Negatif
Berita atau konten yang bersifat negatif, seperti kekerasan dan pornografi, dapat memicu kecemasan dan trauma. Selain itu, paparan konten menakutkan berulang kali juga dapat menciptakan perasaan takut berlebihan atau paranoia.
Gangguan Kesehatan Mental yang Berhubungan dengan Media Sosial
- FOMO (Fear of Missing Out)
FOMO adalah perasaan cemas akibat tidak mengikuti tren di media sosial. Hal ini dapat membuat seseorang kecanduan untuk terus-menerus memantau media sosial, yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari. - Depresi
Standar kecantikan, gaya hidup, atau kesuksesan yang kerap ditampilkan di media sosial dapat membuat seseorang merasa tidak cukup baik. Kondisi ini memicu stres yang jika dibiarkan dapat berkembang menjadi depresi. - OCD (Obsessive-Compulsive Disorder)
Kecanduan mengakses media sosial secara terus-menerus juga dapat memicu OCD, yaitu ketidakmampuan mengontrol perilaku berulang.
Tanggapan Ahli
Menurut Sri Supriyantini, seorang psikolog dari USU yang diwawancarai oleh BOPM Wacana, sekitar 70% kasus depresi yang dialami mahasiswa dalam satu tahun terakhir disebabkan oleh kurangnya kemampuan menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Sri menambahkan bahwa kebiasaan berselancar di media sosial yang berlebihan turut memperburuk kondisi tersebut.
Cara Meminimalisir Dampak Buruk Media Sosial
Agar tetap sehat secara mental di era digital, berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:
• Batasi Waktu Penggunaan Media Sosial
Atur waktu khusus untuk berselancar di media sosial dan luangkan lebih banyak waktu untuk aktivitas offline.
• Kurangi Paparan Konten Negatif
Hindari akun atau konten yang memicu kecemasan, serta fokus pada informasi yang bermanfaat dan inspiratif.
• Perkuat Hubungan Sosial
Tingkatkan interaksi dengan keluarga dan teman secara langsung, bukan hanya melalui layar ponsel.
Media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberikan manfaat, namun di sisi lain, dapat membahayakan jika tidak digunakan secara bijak. Penting bagi kita untuk memahami dampak potensial teknologi terhadap kesehatan mental dan mengambil langkah-langkah pencegahan agar tetap sehat secara emosional di tengah derasnya arus informasi.
Link Referensi untuk hyperlink:
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20231012/3644025/menjaga-kesehatan-mental-para-penerus-bangsa/
- https://wacana.org/menjelajahi-realitas-kerentanan-depresi-generasi-z-di-era-modern/