Desir.id – Medan | Melanjutkan film pertama yang berhasil menggabungkan genre horor, aksi, dan religi dengan baik, Qodrat 2 bercerita tentang Ustaz Qodrat (Vino G. Bastian) yang mencari istrinya, Azizah (Acha Septriasa), yang tidak diketahui keberadaannya sejak tragedi yang menewaskan putra mereka, Alif. Pencariannya tentu tidak berlangsung mulus, tatkala ancaman baru dari sosok entitas jahat bernama Zhadug terus menguji kegigihan Qodrat, keimanan Azizah, dan kekuatan cinta di antara mereka sebagai suami istri.
Dari segi plot, skenario arahan Asaf Antariksa, Gea Rexy, dan Charles Gozali berhasil membawa cerita yang telah ditetapkan di film pertama ke arah baru yang dikembangkan secara organik, sehingga terasa familiar dan tetap relevan dengan karakter Qodrat. Jika di film pertama kita diperlihatkan pada cerita yang lebih berfokus pada Qodrat secara personal, maka film ini membawa kita untuk mengeksplor Azizah sebagai figur penting yang sudah cukup lama absen dari hidup Qodrat, beserta konflik personal yang menyertainya.

Melalui adegan pembuka berupa flashback kematian Alif dan beberapa sisipan adegan non-linear yang berdampingan dengan plot utama, terungkap bahwa Azizah selalu hadir di beberapa momen penting di film pertama. Hal ini tidak hanya menciptakan konektivitas yang baik di antara kedua film, tetapi juga menambahkan kesan bahwa Azizah, terlepas dari ketidakhadirannya secara fisik di film pertama, telah memberikan pengaruh tidak langsung terhadap keberlangsungan cerita, sekaligus semakin memperkuat motivasi Qodrat sebagai protagonis.
Selain itu, skenario yang telah disebutkan sebelumnya juga mengedepankan keseimbangan ruang bagi aspek horor dan aksi untuk berjalan beriringan. Kedua aspek tersebut direalisasikan secara optimal di layar melalui komando Charles Gozali selaku sutradara, yang tetap konsisten, solid, dan terbuka terhadap berbagai perkembangan positif. Alhasil, terdapat banyak sekuens seru yang seimbang dalam menampilkan kekerenan Qodrat sebagai ustaz jagoan, sekaligus kengerian musuh yang ia hadapi.
Berbicara tentang kengerian musuh, film ini menghadirkan Zhadug sebagai ancaman utama bagi Qodrat. Keseluruhan penampilannya merupakan peningkatan besar dari wujud Assu’ala di film pertama, terutama dari segi visual. Zhadug diwujudkan melalui campuran practical effects dan prosthetic makeup, dengan bantuan Computer Generated Image (CGI) untuk memoles hasil akhirnya. Proses yang lebih menekankan pada praktikalitas, ditambah dengan scoring arahan Aria Prayogi dan Rahadian Winursito yang efektif membangun suasana mencekam, menghasilkan wujud Zhadug yang terasa nyata dan terus memancarkan kesan intimidatif setiap kali ia muncul.
Melanjutkan kembali perkembangan positif yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu aspek yang mengalami peningkatan paling signifikan adalah aspek aksi. Sekuens aksi pertama yang menampilkan kerja sama antara Qodrat dan Sukardi (Donny Alamsyah) melawan gerombolan penjaga pabrik, dengan balutan koreografi dinamis dan sentuhan physical comedy ala film-film Jackie Chan, berhasil menjadi hook yang sangat efektif bagi penonton untuk membangun ekspektasi terhadap sekuens aksi di sepanjang film. Kualitas tersebut pun terbukti tetap terjaga hingga akhir, sehingga menetapkan style pertarungan seperti apa yang menjadi ciri khas franchise ini ke depannya.
Dari perspektif religi, sekuel Qodrat (2022) ini tetap mempertahankan statusnya sebagai film religi yang tidak sekadar membawa agama sebagai embel-embel, tetapi justru merangkul segala hal krusial dan sakral yang menyertai sebuah kepercayaan, serta bagaimana keyakinan yang diimani seseorang dapat mendorongnya untuk terus berjuang melawan ketidakbenaran. Secara garis besar, Qodrat 2 mengusung tema “Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” dan bagaimana semua makhluk ciptaan-Nya pada akhirnya akan kembali ke hadapan-Nya. Tema ini diangkat dengan sangat baik melalui perjalanan spiritual yang dilalui oleh Azizah, dari kejatuhannya dalam kesesatan, perasaan hina yang mengikutinya, hingga akhirnya ia kembali memantaskan diri untuk memeluk kepercayaannya dengan penuh keyakinan. Semua elemen ini berpadu menciptakan tontonan yang begitu menyentuh dan seringkali menggugah secara emosional.
Keberhasilan aspek religi yang menggugah perasaan tadi tentu juga didorong oleh chemistry kedua tokoh utamanya yang terasa begitu natural. Vino G. Bastian dan Acha Septriasa konsisten terlihat saling melengkapi setiap kali sebuah adegan memerlukan kehadiran mereka berdua. Rasa bersalah dan ketidakpantasan yang ditampilkan lewat performa Acha sebagai Azizah dipadukan dengan ketulusan performa Vino menciptakan satu aspek yang tak disangka-sangka justru menjadi salah satu keunggulan dari film ini, yakni romansa yang mengharukan. Sekuens one-take reuni Qodrat dan Azizah di babak kedua film mungkin merupakan salah satu sekuens romansa terbaik yang pernah penulis tonton.
Terlepas dari berbagai kelebihan dan peningkatan yang ada, Qodrat 2 masih menyisakan beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah satunya adalah pengembangan karakter pendukung. Dibandingkan dengan film pertama, peran karakter pendukung di film ini terasa kurang maksimal, terutama pada sosok Sukardi. Kemunculan perdananya di awal film seolah menjanjikan perkembangan karakter yang menarik, namun seiring berjalannya cerita, ia justru perlahan menghilang dari layar dan berakhir tanpa perkembangan yang begitu berarti. Selain itu, dari segi plot, ancaman besar yang seharusnya bisa dirasakan ketika Qodrat berhadapan dengan musuh barunya kerap kehilangan daya tekan karena kesan “Qodrat pasti menang” yang terpancar melalui karakternya yang kini terasa sangat heroik. Sebuah pisau bermata dua memang, membuat Qodrat tampil sangat tangguh, namun tetap diperlukan cara untuk mengakali agar tensi tetap terjaga dan ketegangan tidak berkurang.
Sebagai konklusi, Qodrat 2 diakhiri dengan ending yang cukup berani dan tak terduga, yang menyiratkan adanya koneksi dengan film lain dari MAGMA Entertainment. Koneksi tersebut tampaknya akan menjadi elemen penting bagi plot Qodrat 3, sekaligus membuka peluang bagi masa depan Qodrat-verse yang kemungkinan akan berkembang lebih luas, mencakup film-film yang tidak hanya berfokus pada sosok Qodrat. Diungkapnya koneksi ini merupakan strategi yang menarik untuk membangun sebuah semesta sinematik secara bertahap, tidak terburu-buru, dan memberi waktu bagi penonton untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap kualitas cerita yang akan mereka dapatkan.
RATE: ⭐⭐⭐⭐
Penulis: Arya Yudhistira