Desir.id – Batu Bara | Pernyataan Kasat Narkoba Polres Batu Bara, AKP Ramses Panjaitan, kembali memantik kritik publik setelah ia menyebut penindakan terhadap bandar besar masih bergantung pada informan. Dalam keterangannya, ia mengaku kesulitan menyentuh jaringan besar karena informan belum mampu masuk ke dalam struktur peredaran tersebut.
“Itu tergantung informan kita loh, Pak. Kalau informan kita belum bisa masuk ke dalam, itu tergantung bagaimana updatenya ke dalam karena ini jaringan nggak sembarangan, Pak,” ucap AKP Ramses Panjaitan saat dikonfirmasi melalui telepon.
Pernyataan ini menimbulkan ironi. Dengan seluruh sumber daya, kewenangan, dan perangkat hukum yang dimiliki, publik mempertanyakan mengapa penindakan terhadap bandar besar justru bergantung pada pihak luar. Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa pemetaan jaringan narkoba belum dilakukan secara komprehensif.
Selain itu, alasan tersebut juga memperkuat kesan bahwa pemberantasan narkoba di Batu Bara masih berputar pada penindakan pelaku kecil. Sementara itu, bandar besar yang menjadi pusat kendali bisnis gelap justru tetap bebas beroperasi.
Ketergantungan aparat pada informan juga menunjukkan adanya kelemahan struktural. Satnarkoba dinilai belum memiliki kemampuan penetrasi yang memadai terhadap jaringan yang disebut sebagai “tidak sembarangan”. Akibatnya, kelompok besar yang seharusnya menjadi prioritas utama masih belum tersentuh.
Ketua Founder’s Media Siber Batu Bara (For’masib), Yusri Bajang, turut menyoroti lemahnya kinerja Satnarkoba. Ia menilai pernyataan Kasat Narkoba tersebut merupakan sinyal jelas bahwa aparat belum menguasai situasi di lapangan.
“Kalau penegakan hukum terhadap bandar besar hanya menunggu informan masuk, itu tanda bahwa Satnarkoba sedang tidak memegang kendali. Aparat punya kewenangan, intelijen, dan perangkat investigasi. Masa semuanya digantungkan pada informan?” tegas Yusri.
Ia juga menilai pola penindakan selama ini cenderung menyasar pelaku kecil yang mudah dijangkau.
“Kami melihat pola yang sama berulang. Yang ditangkap selalu ‘kelas teri’. Padahal akar masalah ada pada bandar besar. Kalau mereka tidak tersentuh, artinya kinerja Satnarkoba perlu dievaluasi serius,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusri juga menyoroti fakta di lapangan yang menurutnya memperkuat dugaan lemahnya kinerja Satnarkoba. Ia menyebut salah satu bandar di kawasan Kuala Sipare, justru masih bebas berkeliaran tanpa pernah tersentuh hukum.
“Di Kuala Sipare ada satu nama besar dan semua orang tahu sepak terjangnya, tapi anehnya sampai sekarang dia tetap bebas. Ini bukti nyata bahwa jaringan besar memang tidak disentuh. Bagaimana mungkin aparat tidak mengetahuinya?” tegas Yusri.
Ia menambahkan bahwa keberadaan sosok seperti itu seharusnya menjadi prioritas penindakan, bukan dibiarkan seolah tak terlihat.
“Kalau bandar selevel itu saja tidak bisa disentuh, bagaimana publik bisa percaya pada komitmen pemberantasan narkoba di daerah ini?” lanjutnya.
Yusri menegaskan bahwa keterlambatan atau ketidakmampuan menangani figur-figur seperti itulah yang membuat masyarakat semakin ragu terhadap keseriusan aparat.
Menurut Yusri, dalih sulitnya menembus jaringan besar justru memperlihatkan kurangnya strategi dan keberanian aparat dalam memetakan peredaran narkoba di Batu Bara.
“Justru karena jaringannya kuat, aparat harus lebih siap dan profesional. Kalau sekadar menunggu informan, kapan bandar besar bisa ditangkap? Logika sederhana saja sudah tidak masuk,” sambungnya.
Ia menutup pernyataannya dengan meminta aparat menunjukkan tindakan nyata, bukan alasan normatif.
“Batu Bara butuh aparat yang tidak hanya sibuk rilis kasus kecil, tetapi mampu menyentuh kelompok besar yang selama ini kebal. Kalau ini tidak berubah, pemberantasan narkoba tidak akan pernah bergerak lebih jauh,” tutup Yusri.
Berita ini menambah daftar panjang kritik terhadap upaya pemberantasan narkoba di Batu Bara, yang dinilai masih jauh dari harapan publik. (Red)










